Judul : Sang Pamomong, Menghidupkan Kembali Nilai-nilai
Luhur Manusia Jawa. Penulis : Prapto Yuwono. Tebal : x +186 halaman, Penerbit : Adi Wacana, Yogyakarta. Tahun Terbit : Cetakan I, 2012. ISBN : 978-979-1392-19-8
Manusia Jawa memiliki kekayaan
ajaran tentang kesalehan hidup. Sekalipun demikian, sering terjadi salah tafsir
mengenai ajaran-ajaran tersebut. Ajaran Kejawen yang menjadi akar dari filosofi
spiritualitas Jawa misalnya, bukan saja terabaikan, bahkan sering
didiskreditkan. Padahal ruh dari ajaran tersebut adalah tentang keselarasan
sebagai prinsip hidup, suatu filosofi dan etika kehidupan yang sesungguhnya
bersifat universal. Melalui buku Sang Pamomong, Menghidupkan Kembali
Nilai-nilai Luhur Manusia Jawa, Prapto Yuwono mencoba memberikan informasi dan
pemahaman tentang ajaran-ajaran Kejawen.
Ajaran Kejawen berintikan tentang
asal dan tujuan penciptaan manusia, seperti ajaran tentang hidup, kerja,
kasih-sayang, dialog, hasrat, idola dan sebagainya. Pencapaian pemahaman
ajaran-ajaran tersebut menurut Prapto Yuwono dapat diperoleh melalui tiga
pendekatan yang saling melengkapi, yaitu pendekatan kawruh (pengetahuan kasat
mata), pendekatan ngelmu (pengetahuan tidak kasat mata), dan pendekatan ngelmi
(pengetahuan yang bersumber religiusitas) (hal, vi).
Kebajikan dari Kejawen
sebagai agama lokal adalah karena berisi aturan-aturan yang mengatur perilaku
manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Prapto, spiritualisme Kejawen
memiliki dua bagian yang integral. Yang pertama adalah filsafat Kejawen.
Filsafat Kejawen adalah konsep teologi manusia dan masyarakat Jawa tentang
sangkan paraning dumadi, asal dan tujuan penciptaan. Yana (2010) mangatakan
Kejawen memiliki tiga aras dasar, yaitu aras kesadaran bertuhan, aras kesadaran
alam semesta, dan aras keberadaban manusia. Pandangan filsafat ini menentukan
sikap dan perilaku manusia.
Kedua adalah etika Kejawen. Etika
Kejawen merupakan ajaran kesopanan yang berisi pedoman sikap dan perilaku yang
diadopsi oleh masyarakat Jawa. Seperti sopan santun, cara berfikir, karakter,
wacana, pola pikir, dan lain-lain. Etika Kejawen dibangun atas dasar filsafat
Kejawen (hal, 11).
Pikiran-pikiran dasar yang
dipelajari dalam spiritualisme Kejawen sebagai agama lokal sebenarnya sejalan
dengan pikiran-pikiran dasar yang dipelajari di dalam spiritualisme agama
resmi, yaitu ajaran tentang asal dan tujuan penciptaan. Oleh karena itu konflik
seharusnya tidak perlu terjadi antar Kejawen dengan agama-agama resmi, apalagi
sampai mendiskreditkan Kejawen sebagai kekafiran.
Dalam catatan penutup buku ini,
Prapto juga memandang masalah konflik agama dan konflik antar golongan yang sering
terjadi negeri ini khususnya di Jawa salah satunya disebabkan oleh lunturnya
nilai-nilai ajaran Kejawen dalam masyarakat Jawa. Sedangkan penyebab lunturnya
nilai-nilai Kejawen menurut Prapto adalah banyak masyarakat Jawa yang saat ini
mengalami apa yang disebut sebagai kesunyian batin. Kesunyian batin adalah
situasi kebingungan batin manusia akibat tercerabut dari akar budayanya
(Kejawennya). Kesunyian batin ini dipadankan dengan kain rombeng yang
berlubang-lubang, yang disebut sebagai “lubang-lubang spiritual”.
Ketika lubang-lubang ini diisi
oleh ajaran-ajaran yang fanatisme dan radikal, maka benih-benih konflik itu
akan terus tumbuh. Karena setiap agama/kelompok pasti akan menganggap
kelompoknya yang paling benar dan kelompok lain adalah salah. Dalam konteks
inilah ajaran Kejawen menjadi benteng untuk melindungi diri dari ajaran-ajaran
fanatisme dan radikal. Ajaran Kejawen dipercaya mampu menjaga keselarasan hidup
dalam masyarakat Jawa sebagai sebuah kearifan lokal (local wisdom) (hal 170).
Buku ini menjadi sebuah jawaban
ketika masalah-masalah konflik sosial yang sering terjadi di tanah air kita ini
tanpa ada penyelesaiannya. Ajaran Kejawen menjadi perlu untuk dilestarikan dan
dipelajari lebih mendalam oleh semua orang tidak hanya di tanah Jawa namun di
seluruh Nusantara. Untuk menciptakan masyarakat yang selaras, damai, cerdas dan
selalu menjujung tinggi rasa toleransi antar sesama.
Peresensi
M. Al Mustafad
Mahasiswa FISIP
Universitas Wahid Hasyim Semarang
M. Al Mustafad
Mahasiswa FISIP
Universitas Wahid Hasyim Semarang